Saturday, March 31, 2018

Buku Kopi : The Marley Coffee Cookbook (One Love, Many Coffees and 100 Recipes)


teks dan foto : raihan lubis

Buku masak berbahan kopi yang memuat seratus resep. Mulai dari resep-resep yang mengolah protein hewani yang dipadukan bersaana kopi sampai resep buat vegan. Buku yang memuat resep  menu main course sampai desert.



Buku ini secara tidak sengaja kutemukan di rak buku-buku tentang kopi di salah satu toko buku di kawasan Kuningan, Jakarta. Membaca isi, melihat covernya yang hardcopy dan sungguh vintage plus penulisnya akupun langsung jatuh cinta.

Buku yang merupakan edisi perdana ini ditulis oleh Rohan Marley -yang merupakan anak Bob Marley- bersama dua rekannya, chef Maxcel HArdy III dan Rosemary Black. Mereka mencipta 100 resep masakan. Tidak hanya resep masakan yang dapat ditemukan di buku setebal 298 halaman ini, tetapi juga kenangan-kenangan Rohan tentang ayahnya. Dari kenangan-kenangan ini kita akhirnya tahu bahwa mereka sebenarnya berasal dari keluarga petani. Dan Bob Marley sendiri ternyata menyimpan hasrat untuk kembali berprofesi seperti leluhurnya - menjadi petani. Sayangya, hasrat tersebut tak pernah terwujud.

Resep yang kusukai dan sepertinya lezat pancake ubi jalar dengan saus pecan coffee. Tapi sepertinya semua resep akan dicoba mengingat semua resep sungguhlah lezatnya. Misalnya samon makar dengan saus kecap, taco yang dicampur dengan kecap.

Para pecinta kopi, mari kita memasak 💃

Wednesday, March 28, 2018

Petani Kopi Edan Dari Selo

teks dan foto : raihan lubis


Orang-orang di Desa Samiran, Selo, Kabupaten Boyolali, menyebutnya bocah edan- hanya karena dia memilih menjadi petani kopi.



Namanya Heri Setiawan. Usianya tiga puluh tahun 24 November mendatang. Dia petani kopi sekaligus pemilik sebuah warung kopi. Sekolahnya tamatan SMK. Bapaknya petani palawija. Bersama keluarganya Heri tinggal di Desa Samiran, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Siang itu karena kedinginan, saya mampir di warung kopinya untuk menghangatkan badan.

Warung kopi Heri berada di jalur Boyolali - Magelang yang terletak di lereng Gunung Merapi dan Merbabu, tepat di tengah lekukan kedua gunung tersebut. Udara cukup mengigit di dataran dengan rata-rata ketinggian 1600 - 1770 mdpl. Tak heran walau siang hari, udara masih terasa menggigit tulang.

Wednesday, March 7, 2018

Cerita Kopi dari Bukit Menoreh

Foto dan teks : raihan lubis

Burung menari
kabut menepi
dan di meja ada secangkir kopi 

Bukit Menoreh, Kulonprogo / raihan lubis

Dari secangkir kopi para anak muda ini melakukan konservasi satwa liar di Bukit Menoreh.

Hawa sejuk dengan pemandangan Bukit Menoreh membentang di sisi kanan jalan. Bukit Menoreh sendiri membentang di tiga kabupaten, Kulon Progo, Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Magelang. Mobil yang membawaku siang itu melintas di Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulonprogo. Girimulyo merupakan daerah wisatanya Kulonprogo. 

Cuaca siang itu sangat bersahabat. Kaca jendela mobil kuturunkan. Sebagai komuter yang hidup antara Bogor dan Jakarta, agak-agak sulit menemukan udara bersih dan pemandangan seperti ini. Jadilah aku agak-agak norak sedikit, sebentar-bentar turun dari mobil dan foto sana sini. 

Perjalanan siang itu merupakan sisipan dari perjalanan dinasku. Sehabis pekerjaan utama selesai, aku meminta Mas Joko - yang menyetir mobil - untuk membawaku ke warung kopi lokal. Mas Joko sumringah ketika aku bertanya akan dibawa ke mana. "Pokoknya nanti pasti ibu suka," begitu katanya. Mobil pun berjalan dengan kecepatan sedang, satu objek wisata kami lewati -  Gua Kiskendo. Sebentar kemudian jalan menanjak, kemudian datar, banyak tikungan meski tidak begitu tajam. Suara grup band Koes Plus yang mendayu-dayu dari tape mobil membuat siang itu benar-benar membentuk satu harmoni penggalan siang yang indah.

Mobil kemudian berhenti di seberang papan nama bertuliskan 'Coffee - house of Kopi Sulingan'. Setelah mobil diparkir, kami berjalan ke dalam sebuah gang nan asri. Beberapa rumah joglo dengan halaman luas, pohon-pohon rindang dan banyak tanaman. Ada juga kandang ternak kambing di sisi-sisi rumah. Suasana sepi, udara yang segar, langit yang cerah, ah sungguhlah paduan yang begitu bagus. Kaki kami melangkah ke sebuah rumah sederhana khas desa-desa di Jawa, rumah joglo beratap genteng. Di dalam rumah, ada dua orang pemuda sedang bercengkrama.

Tuesday, March 6, 2018

Cerita Petani Kopi dari Sumba

Mama Irmayani Lende dan Kopi 'BOS'



Foto dan teks : Raihan Lubis

Biji kopi menari-nari di atas api
menari-nari sampai rupa jadi coklat hitam berseri-seri
di atas api, tangan Irmayani juga menari-nari
mencipta rasa dan wangi biji kopi

Keluarga petani kopi ini memanfaatkan biogas untuk kebutuhan memasak. Solar panel untuk listrik di rumahnya. Mereka bertani kopi sambil membangun kesadaran warga di sekitarnya.


Irmayani dan dua anaknya/ raihan lubis
Siang itu Irmayani Lende sibuk memotong pola untuk baju-baju seragam pesanan dari salah satu kantor di Waitabula. Kain-kain berserakan di meja dan juga lantai ruang depan rumah mereka yang berdinding kayu. Dua anaknya sedang makan di atas dipan di ruang yang sama dengannya. Anjing kampung milik mereka yang berbulu coklat hilir mudik mencari perhatian. Sesekali petani kopi ini menoleh kepada dua anaknya yang sibuk dengan piring nasi masing-masing. 

Perempuan berusia 32 tahun ini tinggal bersama suami dan dua anaknya di Desa Wekekora Kecamatan Wewewa Tengah, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Rumahnya sederhana, ukurannya hanya berkisar 24 meter persegi dan seluruh ruangan dari depan hingga ke belakang hanya berlantai tanah. Suaminya bekerja sebagai cleaning service di kantor Polsek Wewewa Tengah.

Pertemuan kami siang itu sesuatu yang sangat kebetulan sekali. Kebetulan saya mencari-cari petani kopi dan kebetulan pula saya berbelok di sebuah persimpangan jalan dan kebetulan bertemu dengan tetangga Irmayani Lende- yang akhirnya membawa saya pada Irmayani ketika saya bertanya padanya petani kopi di sekitar daerah itu.

Monday, March 5, 2018

Sunday, March 4, 2018

Kopi Semende dalam Kabut Pagi

raihan lubis

Mak, 
kabut pagi itu mendekap tubuhku ketika menapaki tanah Semende
kabut yang pernah menemani langkahmu ke kebun kopi
kabut yang pernah menyelimuti pohon-pohon kopi kita dulu

Mak,
Aku tahu berat hatimu berpisah dengan pohon-pohon kopi itu
Pohon-pohon kopi yang pernah menghidupi kita
tapi bagaimana mungkin bertahan jika pohon-pohon kopi itu terus menggerorgoti kita 
bagai kutu daun, katamu 

Mak,
Kebun kopi itu kini telah menjadi belukar
Rusuh hatiku melihatnya
tapi membukanya kembali akupun tak sanggup
petani tak bisa hidup dengan pasti di negeri ini

Mak,
maafkan aku yang tak bisa membuka kembali kebun kopimu
maafkan aku yang tak bisa menjadi petani kopi seperti dirimu dulu
zaman tak pernah berubah buat petani, Mak


Jakarta, 18 Januari 2018

Kopi Luwak Lembah Mesurai

Kopi Luwak Lembah Mesurai
Raihan Lubis

Dik,
kopi luwakmu ini masih basah, kenapa sudah dijual?
kopi  luwaknya juga sedikit sekali, simpan saja dulu
kalau sudah kering dan banyak, antarkan ke rumah
jangan sedikit-sedikit kau antar
tidakkah lelah kakimu berjalan jauh?

Lalu hening yang panjang

Katanya:
Kakak, kopi terpaksa kujual karena minggu depan sudah ujian
perlu uang buat bayar tunggakan sumbangan ke sekolah
uang sumbangan sekolah sudah lama tak kami bayar
Tak banyak guru PNS di sana
guru honor dibayar dengan uang sumbang
kalau mau ikut ujian, harus lunaslah uang sumbangnya

Lalu hening yang panjang lagi

Baiklah aku terima kopi luwakmu, Dik
tapi kali lain, jangan kau jual kalau masih basah begini

Tak ada jeda, lalu

Ah kakak, habis ujian pasti aku akan jual kopi luwak yang masih basah lagi
uangnya buat bayar yang lain

(terinpsirasi dari cerita Ninuk Setya Utami - petani kopi Lembah Mesurai, Jambi)

Bogor, 17 Desember 2017

Kopi Bejawa Bapa Frans

raihan lubis

Pagi di Maumere,
hujan turun rintik-rintik dan makin deras kemudian
secangkir kopi hangat robusta Bejawa diseduh Bapa Frans
ini dari kampung halaman, katanya
Bapa kecil bawa itu biji kopi dari Bejawa

asap mengepul dari gelas di atas meja
aroma kopi robusta Bejawa Bapa Frans menyeruak
saya goreng sendiri itu biji kopi, katanya lagi 
su pi ke Bejawa, tanyanya

Beta asli Bejawa 
keluarga beta petani kopi Bejawa
kalau mau ke Bejawa jangan lupa bilang beta
seruputlah itu kopi, biar kaki dapat melangkah ke Bejawa

Maumere, Desember 2017

Kopi Arabika Gayo

raihan lubis

Biji-biji kopi arabika Gayo berputar-putar mencari warna
putaran-putaran yang mencipta bau harum, aroma dan rasa
bau harum yang membawa ingatan pada sebuah masa yang kelam

ada yang kehilangan anak
ada yang kehilangan ama
ada yang kehilangan ine
ada yang kehilangan segalanya, terusir dari tanah dan kebun kopinya

mari seduh kopi untuk hilangkan kenangan kelam
mari kunyah gula merah biar hilang rasa pahit di lidah dan di dada
mari win, mari seduh kopimu
setelah itu, mari ke kebun dan petik buah merah kopimu
mari ciptakan kenangan baru tentang kopimu

Tanah Gayo, Agustus 2017

Kopi Mama Maria di Kelimutu

raihan lubis

Mama Maria mengikat kuat selendang di kepalanya 
merapatkan kain sarung motif suku Lio di pinggangnya
tangannya didekap di dada
dingin menggigit kulitnya yang keriput
Mama Maria duduk menyudut dan meringkuk
air panas dan kopi masih menunggu diseduh
Pagi itu, kabut tebal menyapu danau Kelimutu

Kopi? tanya Mama Maria menawarkan pada sesiapa yang lalu lalang di depannya
Ada yang mengangguk tapi ada juga yang berlalu 
"Pakai gula?" tanyanya lagi
Mama Maria menuang bubuk kopi Kelimutu ke dalam gelas kaca bening dengan segera
Air panas mengalir dari dalam termos
Mama Maria mengaduk cepat kopi Kelimutu dalam gelas
Asap dari gelas menyatu dengan kabut pagi itu
kabut-kabut yang membawa ruh jiwa-jiwa yang tenang

Danau Kelimutu,  Desember 2017

Kopi Dari Perbatasan

raihan lubis

Panas terik, tapi tidak buat beta enggan seruput itu kopi
rasanya ringan dan enak di lidah
kopi dari perbatasan Timor Leste, orang bilang kopi Ermera

Robusta atau Arabika?

Robusta atau Arabika?
Ah sama saja,
dulu itu kopi Indonesia
tapi sekarang sudah jadi kopi orang luar

Bapa tua seruput itu kopi sambil cerita, matanya berkaca-kaca

Malaka Tengah, Desember 2017

Si Bung, Ende, Hujan dan Secangkir Kopi Tubruk Flores

raihan lubis

Sore itu hujan turun di Ende ketika kami melintas di depan sebuah rumah bercat putih
rumah yang dulu pernah ditinggali si Bung
ingin beta tanya pada dinding putih itu,
apa gerangan yang dulu selalu dilakukan si Bung ketika hujan turun seperti ini?

Ah itu ada pohon sukun
mari kita berteduh di sana
si Bung dulu juga suka kemarikan?
Berteduh di bawah pohon sukun dan merenung
tentang nasib bangsa yang dijajah ini
tentang kolonialisme dan imperialisme yang terjadi di negeri ini - dalam kesepian di pengasingannya

Bung, tahukah kalau penjajahan masih terjadi sampai hari ini?
meski tidak ada yang diasingkan seperti Bung
mereka yang masih terus berjuang sampai hari ini terasing Bung- bukan diasingkan

Hujan masih turun membasahi bumi Ende
secangkir kopi tubruk Flores sore itu tidak membuat beta berhenti memikirkanmu, Bung
Apa rasanya diasingkan, Bung?

Ende, Desember 2017

Cerita Kopi Robusta Sumba dari Waitabula

raihan lubis

Beta su ajak dorang tanam kopi
tapi dorang tidak mau-e
dorang bilang mau jadi TKI saja

ini tanah tidak luas
tapi ada kopi, cengkeh, juga jagung
kitong bisa hidup

tidak usah jauh-jauh cari rejeki
dorang bisa hidup di tanah dorang sendiri
tidak usah pergi ke tanah katong
buat apa dorang pulang kalau su mati-e?

Mama Maria terus mengaduk-aduk bij-biji kopi robustanya
api menyala-nyala dari kayu bakar
hatinya rusuh bukan kepalang

ah kalau saja dorang rajin, katanya
ini kopi bisa kasih dorang makan-e

Mama Maria masih terus mengaduk biji-biji kopi robustanya
 api masih menyala-nyala

Waitabula, Desember 2017

Kopi Sore di Atambua

raihan lubis

apa tuan dan puan sudah pergi minum kopi sore di dekat lapangan umum Belu?
jika belum cobalah kesana
jangan takut dan jangan cemas
sudah tidak ada lagi teriakan-teriakan merah putih atau merdeka
sudah tidak ada lagi suara gaduh salak senjata
cerita kelam saja yang masih terserak-serak di sepanjang itu jalan

sambil makan vehuk kukus dan juga jagung bose
pesanlah kopi dengan Om Mar, dia akan  seduh kopi robusta campur arabika Flores
di antara itu, tuan puan bisa dengar cerita yang terserak-serak di sepanjang itu jalan
tentang keluarga yang tercerai berai lari dari perbatasan
tentang orang-orang yang kehilangan anak-anaknya dalam lalapan api yang membara di dinding-dinding bebak
tentang orang-orang yang meregang nyawa dengan cara yang sulit untuk digambarkan
tentang baku hantam berdarah-darah antar manusia yang berasal dari rahim bangsa yang sama

jika tuan dan puan tidak tahan dengar itu cerita
seruputlah kopi Flores tubruk racikan Om Mar, biar kurang rasa sesak di dada

ah, beta su seruput itu kopi
tapi sesak di dada tidak hilang juga
kisah-kisah kelam itu masih terserak-serak di sepanjang jalan

Betun, 13 Desember 2017