Sunday, December 10, 2017

Siti Kewe, Sebuah Novel Tentang Kopi Gayo

Status ini akhirnya saya tulis juga, demikian tulis saya di akun facebook saya pada 19 September 2017.

Novel perdana saya akan segera dirilis dengan judul 'Siti Kewe' - membaca Kewenya seperti membaca ke pada kata kemana dan we pada kata wewangian. Siti Kewe....

Bismillah,
Siti Kewe kunikahen ko orom kuyu
Wih kin walimu
Tanoh kin saksimu
Lo ken saksi kalammu”

(Bismilah,
Siti Kawa kunikahkan engkau dengan angin
Air sebagai Walimu
Tanah sebagai Saksimu
Matahari sebagai Saksi Kalammu)

Mantra ini dulu diucapkan sebagian petani kopi di dataran tinggi Gayo - ketika akan menanam pohon kopi. Kata-kata ini disampaikan pada pohon kopi dan alam semesta- sebagai penghormatan pada mahkluk-mahkluk ciptaan Tuhan dan juga pada alam. Sejatinya, manusia sebagai salah satu mahkluk
ciptaan Tuhan haruslah menghormati mahkluk Tuhan lainnya dan juga menghormati alam- sebagai tempat hidup dan bertumbuh. Juga untuk syukur atas apa yang diberikan Tuhan melalui mahkluk lain dan alam pada kita- manusia.



Adalah novel Siti Kewe yang saya tulis ini, terinspirasi dari liputan-liputan saya di Tanah Gayo- ketika saya masih menjadi jurnalis sepanjang tahun 2000 - 2009 di Aceh. Kisah inipun mengambil setting di tahun-tahun tersebut. Dengan mengambil lokasi di Takengon, Aceh Tengah dan juga Bener Meriah. Sejak tahun 2003, Kabupaten Aceh Tengah dimekarkan menjadi dua kabupaten.

Novel ini menceritakan kisah tiga orang sahabat, Erwin, Azmi dan Supriyono. Tiga orang dari suku yang berbeda- Gayo, Aceh dan Jawa. Suku Jawa banyak tinggal di daerah ini- mereka umumnya keturunan para pekerja yang didatangkan Belanda pada masa kolonial dulu.

Kisah tiga orang sahabat ini- diaduk bersama seduhan kopi arabika Gayo.

Jauh sebelum biji-biji kopi arabika Gayo diseduh, aromanya sudah terlebih dahulu mengembara. Putik-putik bunga berwarna putih, yang bergerombol dan bermekaran dari balik-balik ketiak daun- sudah menyampaikan keberadaannya, pada angin lalu yang membawanya. Baunya semerbak menebar seribu aroma dan rasa. Menghipnotis siapapun yang kebetulan dihampirinya.

Bagi mereka bertiga- yang lahir dan dibesarkan di kaki Gunung Bur Ni Telong, aroma bunga kopi arabika adalah nafas dan kehidupan itu sendiri. Pada bunga kopi arabika, harapan selalu disampaikan. Harapan agar bunga-bunga kopi segera bermunculan begitu musim hujan mulai reda, harapan agar bunga-bunga kopi tak luruh diterpa angin yang datang melanda, dan harapan agar bunga-bunga kopi dapat segera berubah wujud menjadi buah-buah hijau yang kemudian berganti jadi merah- gelap merona.

Sayangnya, konflik berkepanjangan di Aceh merambat juga sampai ke kampung mereka yang permai. Situasi dan konlfik makin tak bertepi- ketika pemerintah Indonesia mengeluarkan penetapan status darurat militer bagi Aceh. Konflik yang rasanya tak berkesudahan itu, tak hanya membuat bunga-bunga kopi arabika di kebun-kebun kopi luruh ke bumi. Tapi juga membuat tiga sahabat ini harus berpisah.

Supriyono dan ibunya hijrah ke Medan, Sumatera Utara, setelah kampung mereka dibakar- ayah dan abangnya tiada selamat. Erwin kemudian dikirim Amanya ke Yogyakarta untuk meneruskan sekolahnya di tingkat universitas- karena adalah lebih baik meninggalkan kampung bagi mereka yang memiliki uang lebih, daripada terperangkap dalam pertikaian konflik sesama bangsa sendiri. Bagi Erwin, bersekolah di luar Gayo- salah satu pilihan yang bisa mengobati hatinya. Selain karena gadis impiannya memilih pulang ke Jawa bersama keluarganya, Awan- kakeknya yang sangat dekat dengannya- juga mati terkapar di depan kilang kopi miliknya- karena ditembak OTK. Begitulah masa itu, media menyebut para pelaku dengan inisial- OTK, Orang Tak Dikenal (walau mereka tahu siapa pelakunnya). Sementara Azmi, ditinggal mati ayahnya karena sakit. Sejak itu, tak ada lagi bau bunga kopi dan juga aroma seduhan kopi segar yang menghangatkan pagi. Hanya kabut-kabut saja yang masih setia menuruni bukit-bukit, meningkahi angin di sela-sela pohon pinus merkusi, merayap-rayap di sela-sela kebun kopi, merunduk-runduk di antara batang-batang padi, menari-nari di riak dinginnya air Danau Lut Tawar- sembari mendekap para nelayan yang menjaring ikan depik di pagi hari.

Mendengar Erwin memilih bersekolah ke Yogyakarta, Supriyono juga memutuskan untuk bersekolah di sana. Tinggallah Azmi dengan pohon-pohon kopinya. Sampai suatu ketika, kopi kembali mempertemukan mereka.

Erwin dan Supriyono memilih hijrah ke Bali- merintis usaha ekspor kerajinan yang sudah mereka tekuni sejak masa kuliah- berbekal modal dari Ama Erwin. Karena usai kuliah, tsunami datang menerjang Aceh- harapan untuk pulang membangun kampung semakin jauh. Di Bali, Erwin dan Supriyono mencoba merajut mimpi sendiri. Di suatu sore, Azmi menyambangi mereka di Bali- sesaat ketika dirinya mengambil sertifikasi sebagai Q grader- ahli pencicip kopi arabika. Petani kopi miskin ini- mencoba mengubah nasib dengan mengambil lisensi ketrampilan mencicip kopi arabika- berbekal uang dari hasil menjual harta benda yang dimilikinya.

"Di bulan Maret ini, kuncup-kuncup bunga kopi sudah keluar. Sebentar lagi akan mekar. Tak rindu kalian sama bau harum bunga kopi, kawan?" Ajak Azmi pada Supriyono dan Erwin.

Supriyono dan Erwin bergeming. Supriyono masih menyimpan rasa traumanya. Erwin tak melihat sesuatu yang bisa diharapkannya dari kopi arabika Gayo - meski dia sekolah dari uang hasil kopi arabika Gayo milik Amanya.

Ine Erwin juga memintanya pulang-ada perempuan yang hendak dijodohkan padanya. Tapi Erwin sungguh berat hati- karena sudah ada Aida, perempuan keturunan Perancis yang menambat hatinya di pulau dewata itu.

Akankah Erwin dan Supriyono kembali ke dataran tinggi Gayo- memetik buah-buah kopi bagai masa kecil mereka dulu, menyesap secangkir espresso arabika Gayo organik- yang berasal dari kebun-kebun peninggalan para leluhur?

Jika ingin tahu kelanjutannya, sila pesan novel saya ini. Novel ini akan diterbitkan secara 'self publishing'- dan kami akan mencetak berdasarkan Print On Demand (POD). Karena itu, kami sangat membutuhkan bantuan dan dukungan semua pihak. Suami saya Dendy Montgomery juga menyiapkan film pendek sebagai pengantar pembaca untuk lebih mengenal Tanah Gayo dan kopinya. Untuk pemesanan, dapat mengirim nama spasi alamat lewat SMS/WA di 081377235527. Ditunggu - salam secangkir kopi...

No comments:

Post a Comment